Ngopi di Pojok Hertasning : Tongkrongan Yang Bersolusi
Setelah semalam tidurnya sampai
jam 03 dinihari, saya tiba-tiba terbangun mendengar bunyi handphone di dekat
saya. Satu pesan pendek dari Kak Makmur, ajakan untuk ngopi di warkop pojok
Jalan Hertasning baru. Segera saja mandi dan berkemas, laju kendaraan di jalan
lumayan laju, dikepala terbayang aroma kopi, apalagi baru bangun belum
merasakan apa-apa.
Rupanya sudah ada motor Kharisma,
parkir dipelataran Warung Kopi itu, Kak Makmur sendiri saja menikmati kopi.
Assalamu Alaikum Kak’ tambahku mengagetkan Kak Makmur..Saya baru bangun dan
langsung mandi. Kak Makmur pun memesan kopi dan menawari Songkolo, makanan dari
beras ketan di bungkus dengan daun pisang. Tak lama setelah saya duduk, rupanya
ada orang yang mengenal saya, Ohhh teman angkatan saya semasa kuliah dulu. Ia
mantan ketua Himpunan mahasiswa mesin saya biasa memanggilnya Anca. Kami pun
saling tegur sapa. Ia menanyakan, apa kegiatan sekarang? Seperti biasa orang
yang baru bertemu lagi…
Setelah sekian lama, sambil
nonton tv yang isinya berita tentang wacana pengumuman hasil rekap suara
pemilukada di wilayah SulSel oleh KPU. Semua orang santai menonton sambil
ngobrol. Kak’ kataku sama Kak Makmur’ saya mau ke wc dulu, lalu menyikat
sebungkus songkolo yang sedari tadi ditawarkan kepada saya. Rupanya Kak Makmur
juga punya teman lain, temannya itu tak langsung mengambil tempat di bangku
kami, ia punya janji dengan orang lain…mungkin pembicaraaan bisnis, biasa di
warung kopi.
Saya pun bertanya kepada Kak
Makmur’ Kak, Siapa itu?
Kak Makmur : Ia dulu mengelola
juga warkop yang ada di Jalan A.P.Pettarani namanya M-Coffe.. Ohhhh
Tak lama setelah pembicaraan saya
dengan kak Makmur hampir lagi habis, orang itu pun mendekati kami. Bagaimana
kabar dinda’ kata temannya tadi ….semua saling mengabarkan cerita
masing-masing, setelah sekian lama tak bersua. Mereka saling menukar nomor
contact HP….tiba-tiba pembicaraan mengarah ke pendidikan atau sekolah. Dia
punya sekolah yang sepertinya sudah macet , praktis guru-gurunya hanya di gaji
saja tanpa memiliki banyak jadwal mengajar layaknya seorang guru, karena tak
memiliki cukup murid. Sekolah yang di dirikan oleh mertuanya, yang seumuran
dengan istrinya berada didekat warung kopi tempat kami nongkrong sekarang.
Dan ironinya, sekolah itu
berdampingan dengan Kantor Dinas pendidikan yang notabene menangani tentang
masalah-masalah pendidikan terutama anak-. Rupanya keluhannya disambut dengan
baik oleh Kak Makmur. Kak makmur: saya ini masih konsen di bidang anak, saya kesulitan
mencari wadah anak-anak untuk mengecap pendidikan utamanya Sekolah-Sekolah,
siapa tau bisa dihubungkan dengan sekolah ta’ “ kata Kak Makmur. Ohhh iyaaa ,
saya senang sekali jika adek Makmur ini tertarik untuk mengembangkan pendidikan
dan anak, saya juga kebetulan ingin mengembangkan sekolah tadi agar bisa
seaktif di masa jayanya dulu…
Langsung saja kami segera
menghabiskan kopi, dan diajak memantau sekolah yang dimaksud tadi. Lokasi sekolahnya berada di samping Monumen
Emy Saelan. Jalanan masuk sekolah berupa lorong kecil tadi, sudah milik sekolah
ini, dibeli sedikit demi sedikit oleh ayah mertua saya. Sebagian bangunan masih
menggambarkan rancangan yang tak sempat selesai di zaman dulu, catnya sudah
luntur bahkan ada dinding yang berlumut. Tapi baru saja ada bagian sekolah yang
diremajakan yaitu bagunan Sekolah dasarnya… disinin ada SD , SMP dan SMA
namanya sekolah Karya. Hujan berlangsung sangat deras namun singkat, kami pun
di ajak lagi memasuki ruangan guru dan kepala sekolah. Berbicara tak panjang
lebar dan langsung masuk k intinya saja. Kepala sekolah menyambutnya jua..
Beliau sudah agak berumur tentu beliau sudah kenyang pengalaman tentang kondisi
grasroot pendidikan di wilyah ini. Jadi kami tak usahlah berbicara tentang
pola-pola pendidikan yang menarik. Yang penting anak-anak bisa merasakan bangku
sekolah dulu…setelah itu kita baru berpikir lagi tentang pengembangan sekolah
ini ke depannnya.
Disini Bupati Sidrap yang kemarin
dipertanyakan ijazahnya oleh masyarakat menyeleseikan pendidikan tingkat
sekolah mennengah atasnya… Kepala sekolah mengangguk dengan mata meyakinkan,
saya pernah ditanyai langsung dengan kepala polisi di yang menangani kasus
tersebut dan langsung saja saya mengiyakan dan memperlihatkan data yang
menunjukkan bahwa beliau pernah bersekolah disini pada tahun 1992.
Mereka bangga dengan itu, saya
adalah gurunya kata pak kepala sekolah suatu waktu di pertemuan para pensiunan
di depan pejabat-pejabat… Pembicaraan pun diakhiri dengan kata bersama untuk
menyekolahkan beberapa anak-anak telantar dalam hal pendidikan di Sekolah Karya
ini...
0 comments:
Post a Comment